• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

JAKARTA, KOMPAS — Pemilihan kepala daerah serentak 2018 memunculkan banyak tantangan baik untuk penyelenggara pemilu, partai politik, maupun masyarakat pemilihnya. Tantangan ini, antara lain, adalah fenomena pragmatisme pengajuan kandidat, kampanye hitam dan penyebaran berita bohong (hoaks), serta besarnya beban kerja Komisi Pemilihan Umum yang harus memverifikasi partai politik peserta Pemilu 2019.

Integritas KPU, Badan Pengawas Pemilu, pengurus partai politik, serta masyarakat akan menentukan kualitas pemimpin terpilih untuk melayani daerahnya. Sebanyak 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten akan menyelenggarakan pilkada serentak 2018.

“Partai politik harus bertanggung jawab (terhadap demokrasi) dengan cara mengusulkan tokoh-tokoh yang berkualitas. Selain itu, kita harus tetap mendorong KPU, Bawaslu, dan penegak hukum agar tetap menjaga imparsialitasnya,” kata Siti Zuhro, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam diskusi “Menyongsong Pilkada Serentak yang Berkualitas di Lumbung Suara” yang diselenggarakan LIPI di Jakarta, Senin (27/11). Diskusi menghadirkan dua bakal calon kepala daerah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, yaitu Bupati Kudus Musthofa dan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.

Berita lainnya: Kandidat Harus Berintegritas

Pragmatisme

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor mengatakan, saat ini, ada kecenderungan partai politik dikuasai oligarki yang cenderung mengedepankan pragmatisme. Para elite mengutamakan popularitas untuk mengeruk suara.

“Hal ini menyebabkan parameter popularitas menjadi satu-satunya ukuran untuk menentukan kandidat,” kata Firman.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini, yang juga hadir dalam diskusi, mengatakan, pilkada serentak 2018 menjadi sarana tolok ukur kekuatan partai politik sebelum menghadapi Pemilihan Umum 2019. Kompleksitas dan beban kerja KPU dan Bawaslu yang besar ini mengharuskan menjaga kinerja dan integritas.

“Sebab, beban yang besar ini rentan menjadi ruang untuk terjadinya proses transaksi, manipulasi, dan kinerja yang buruk,” kata Titi. (dd17)

Sumber: https://kompas.id/baca/polhuk/politik/2017/11/28/pilkada-serentak-2018-penuh-tantangan/