• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Meningkatnya jumlah pemungutan suara ulang (PSU) untuk pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 mengindikasikan adanya celah dalam sistem pemilu Indonesia.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, menekankan pemerintah dan DPR perlu segera merancang regulasi yang lebih ketat guna mencegah kelalaian penyelenggara pemilu.

“Pemerintah dan DPR perlu segera merancang regulasi yang lebih ketat untuk mencegah kelalaian penyelenggara,” kata Heroik dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).

Menurut Heroik, sanksi tegas harus diberlakukan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang terbukti bertanggung jawab atas kesalahan administratif yang menyebabkan PSU.

“Sanksi tersebut bisa berupa pemotongan anggaran operasional atau pencopotan pejabat terkait. Dengan demikian, ada insentif bagi penyelenggara untuk bekerja lebih profesional,” jelasnya.

Selain sanksi yang lebih tegas, pengawasan terhadap penyelenggara pemilu juga perlu diperkuat dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga independen.

Transparansi dalam mekanisme pelaporan dan investigasi terhadap dugaan pelanggaran menjadi krusial agar tindakan korektif dapat segera diambil sebelum hari pemungutan suara.

Hal ini bertujuan untuk menghindari PSU yang tidak hanya memboroskan anggaran negara, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas politik daerah.

Pendidikan politik bagi penyelenggara pemilu dan peserta pilkada juga harus menjadi perhatian.

Banyak kasus PSU terjadi akibat lemahnya pemahaman terhadap aturan pemilu atau rendahnya komitmen terhadap prinsip demokrasi yang jujur dan adil.

Dengan adanya pelatihan intensif serta sanksi yang lebih ketat, diharapkan kualitas penyelenggaraan pemilu di masa mendatang dapat meningkat.

Melihat tren meningkatnya PSU dan diskualifikasi, pemerintah dan DPR tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa masih banyak celah dalam tata kelola pemilu yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

“Jika tidak ada regulasi yang lebih ketat, maka ancaman terhadap demokrasi di Indonesia akan terus berlanjut,” pungkas Heroik.

Sebagai informasi, PSU untuk Pilkada 2024 mencatat rekor tertinggi dalam sejarah pasca-reformasi. Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan PSU di 24 daerah.

MK menemukan berbagai pelanggaran yang berujung pada keputusan PSU, mulai dari kelalaian administratif hingga kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Fenomena ini menyoroti lemahnya manajemen pemilu serta kelalaian penyelenggara yang berujung pada ketidakpastian politik dan merosotnya kepercayaan publik.

Salah satu contoh kasus PSU yang menonjol adalah di Kabupaten Mahakam Ulu, di mana MK menemukan bahwa Bupati aktif menggunakan dana daerah untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Begitu pula di Kabupaten Serang, MK menilai telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh seorang Menteri yang mendukung istrinya dalam kontestasi Pilkada.

Pelanggaran serupa juga terjadi di berbagai daerah lain, sehingga MK tidak punya pilihan selain memerintahkan PSU sebagai bentuk koreksi terhadap proses yang telah berlangsung.

Tak hanya PSU, MK juga menjatuhkan sanksi diskualifikasi kepada pasangan calon di 11 daerah, termasuk di Kabupaten Pasaman, Bengkulu Selatan, dan Gorontalo Utara.

Diskualifikasi ini sebagian besar terjadi karena pelanggaran administratif berat, seperti pemanfaatan program bantuan sosial untuk kepentingan elektoral dan penggunaan fasilitas negara yang seharusnya netral.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul PSU Tinggi, Perludem: Pemerintah dan DPR Segera Rancang Regulasi Ketat Cegah Kelalaian KPU Bawaslu, https://www.tribunnews.com/nasional/2025/03/06/psu-tinggi-perludem-pemerintah-dan-dpr-segera-rancang-regulasi-ketat-cegah-kelalaian-kpu-bawaslu.