• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berharap agar penetapan sistem pemilu legislatif, apakah tetap menggunakan sistem proporsional terbuka atau jadi sistem proporsional tertutup, dilakukan melalui proses legislasi yang partisipatif.

Hal ini menjadi salah satu latar belakang Perludem mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materil sistem proporsional terbuka dalam perkara 114/PUU-XX/2022 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/1/2023).

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, ada sejumlah urgensi supaya pembahasan sistem pemilu dilakukan lewat proses legislasi yang partisipatif. “Pertama, hal ini didasari karena sistem pemilihan umum adalah hal yang paling mendasar untuk penyelenggaraan pemilihan umum dan kelembagaan sistem politik demokrasi,” kata Khoirunnisa lewat keteranganya, Kamis (19/1/2023).

“Melalui sistem pemilu, dua esensi utama dari sistem politik demokrasi yakni partisipasi dan representasi dapat tercapai karena sistem pemilu bertugas untuk menerjemahkan atau mengonversi suara yang diberikan oleh pemilih ke kursi,” ujarnya lagi.

Pada intinya, menurut Khoirunnisa, perubahan sistem pemilu berdampak sangat signifikan untuk kelangsungan demokrasi dan pemilu itu sendiri.

Di sisi lain, mengubah sistem pemilu tidak dapat dilakukan secara sederhana karena terdapat banyak sekali faktor penting yang harus dibahas dan dipertimbangkan.

Apalagi, Khoirunnisa mengatakan, mengubah sistem proporsional terbuka ke tertutup bakal berdampak pada berubahnya metode pemberian suara oleh pemilih.

Pasalnya, pemilih tidak lagi berkesempatan mencoblos langsung calon legislatif (caleg) yang diharapkan duduk di kursi Dewan.

Pemilih bahkan tidak tahu siapa calegnya karena hal itu akan jadi kewenanangan sepihak partai politik.

“Mengubah sistem pemilihan umum menjadi proporsional tertutup dari sistem pemilu proporsional daftar terbuka, bukanlah persoalan yang sederhana mengenai tata cara pemberian suara dan penentuan calon terpilih semata, melainkan perlu mempertimbangkan variabel lain yang berkonsekuensi terhadap desain kelembagaan sistem politik demokrasi,” kata Khoirunnisa.

Perubahan sistem pemilu juga disebut tidak hanya mengubah sistem itu sendiri, melainkan bakal memengaruhi aspek lain dalam pemilu.

Kampanye dan komunikasi politik, misalnya, juga bakal terpengaruh dan hal itu dinilai harus dibahas dengan baik.

“Perubahan sistem penyelenggaraan pemilihan umum, menjadi proporsional tertutup, akan berdampak signifikan terhadap aktivitas kampanye pemilu, sebagai salah satu instrumen utama pendidikan politik, serta komunikasi politik antara peserta pemilu dengan pemilih sebagai pemilik kedaulatan,” ujar Khoirunnisa.

Terakhir, perubahan sistem pemilu yang berdampak signifikan ini dipastikan akan mengubah pola dan desain pelaksanaan tahapan pemilu.

Sementara itu, desain dan tahapan pelaksanaan pemilu sudah berjalan sejak 14 Juni 2022, dan telah ditetapkan oleh KPU jauh hari sebelumnya.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Perludem Harap Wacana Ubah Sistem Pemilu Dilakukan lewat Proses Legislasi yang Partisipatif”, https://nasional.kompas.com/read/2023/01/19/18154261/perludem-harap-wacana-ubah-sistem-pemilu-dilakukan-lewat-proses-legislasi.