Jakarta, Beritasatu.com – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan penghapusan persyaratan 20 persen kursi DPRD untuk mencalonkan pasangan calon (Paslon) pemilihan kepala daerah (Pilkada). Hal itu belajar dari pelaksanaan Pilkada 2020, dimana angka paslon tunggal mengalami kenaikan 25 paslon.
Peneliti Teknologi Kepemiluan Perludem, Nurul Amalia Salabi, mengatakan paslon tunggal adalah langkah untuk memastikan kemenangan sejak awal.
“Itu dilakukan baik adanya suara penentangan dari masyarakat sipil terhadap paslon tunggal secara organik, maupun penentangan yang digerakkan oleh partai politik atau calon yang tak dapat mencalonkan diri karena tidak terpenuhinya syarat untuk menjadi calon,” Nurul Amalia Salabi dalam acara ‘Refleksi 2020 Teropong 2021: Pelaksanaan Demokrasi di Tengah Pandemi dan Arah Demokrasi ke Depan” di Jakarta, Minggu (10/1/2020).
Ia menjelaskan, dari 25 paslon tunggal pada Pilkada 2020, ada 24 yang mengalahkan kolom kosong. Sementara ada 9 daerah paslon tunggal yang melibatkan dinasti politik, baik di level nasional maupun daerah.
“Paslon tunggal terjadi lantaran suatu daerah merupakan daerah basis massa partai tertentu. Dari 25 daerah paslon tunggal, 7 daerah merupakan daerah basis massa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 1 daerah basis massa PDIP dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 3 daerah basis massa Partai Golongan Karya (Golkar), dan 1 daerah basis massa Partai Demokrat,” ujarnya.
Menurut Amel, tingkat partisipasi pemilih tertinggi pada daerah berbasis partai terdapat di Pilkada Raja Ampat, yakni 93,92 persen. Raja Ampat merupakan basis massa Partai Demokrat. Sementara daerah basis massa partai dengan tingkat partisipasi tertinggi kedua yakni Boyolali, sebesar 89,53 persen. Daerah ini merupakan basis partai PDIP.
Amel melihat kemenangan paslon tunggal disebabkan tiga faktor. Pertama, latar belakang Paslon tunggal sebagai pasangan petahana, petahana berasal dari dinasti politik, atau pejabat tinggi daerah yang memiliki sumber daya politik dan sosial.
Kedua, mobilisasi dukungan untuk paslon tunggal dilakukan oleh mayoritas partai parlemen daerah yang memang memiliki konstituen di daerah tersebut. Ketiga, tak ada cukup kekuatan tandingan untuk berkampanye melawan paslon tunggal. Apalagi, kolom kosong tak dapat difasilitasi oleh negara.
“Rekomendasi kami hapus persyaratan 20 persen kursi DPRD dan menerapkan kebijakan yang ekual untuk paslon tunggal dan kolom. Negara dapat memfasilitasi kolom kosong dengan iklan kampanye dan alat peraga kampanye (APK),” tutup Amel.
Artikel ini telah tayang di Beritasatu.com dengan judul “Perludem: Cegah Paslon Tunggal, Syarat 20% Harus Dihapus”, https://www.beritasatu.com/politik/718473/perludem-cegah-paslon-tunggal-syarat-20-harus-dihapus