Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini meminta KPU, Bawaslu dan Pemerintah untuk mengantisipasi euforia kemenangan tak terkendali dari pendukung pasangan calon kepala daerah seusai perhitungan suara cepat (quick count) keluar. Karena euforia kemenangan ini dikhawatirkan akan menimbulkan kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19.
“Belum lagi setelah selesai quick count yang biasanya terjadi di sore hari pada hari pelaksanaan Pilkada. Euforia itu juga harus diantisipasi. Biasanya kalau sudah ada hasil quick count, sudah mulai muncul euforia kegembiraan para pendukung. Justru yang saya takutkan itu adalah euforia kemenangan yang tidak terkendali,” kata Titi Anggraini dalam acara Webinar dan Rilis Survei SMRC tentang Kesiapan Warga Mengikuti Pilkada di Masa Covid-19, Minggu (6/12/2020).
Titi mencontohkan, pengalaman Amerika Serikat yang menunjukkan ada peningkatan kasus positif pascapemilu 3 November 2020. Padahal AS sudah mengenal pemilihan lewat pos dan early voting. Sementara Indonesia masih secara manual, para pemilih langsung datang ke TPS untuk mencoblos kertas suara.
“Kita kan tidak (seperti AS). Sekitar 1,35 juta pemilih akan datang bersama-sama di 300 ribu titik TPS pada 9 Desember. Walaupun angka partisipasinya selalu dibawah 70 persen, tetapi pergerakan orang yang sama menuju 300 ribu titik itu sudah menciptakan kerumunan tersendiri. Apalagi satu TPS maksimal 500 orang,” terang Titi Anggraini.
Karena itu, Titi menegaskan KPU, Bawaslu dan Pemerintah tidak hanya melakukan antisipasi pada hari H, melainkan pascahari H pelaksanaan pemilu. Pemerintah harus punya skenario bagaimana ternyata nanti Pilkada itu meningkatkan kasus positif Covid-19.
“Apa yang dipersiapkan pemerintah sebagai bentuk pertanggungjawaban untuk meminimalisir risiko akibat terjadinya penularan karena Pilkada. Ini saya khawatir sekali,” ujar Titi Anggraini.
Lebih lanjut, Titi mengungkapkan belajar dari pengalaman pendaftaran calon kepala daerah pada 4-6 September lalu. Terlihat protokol kesehatan (prokes) sangat baik diterapkan dalam lingkungan KPU, tetapi di luar KPU masih terjadi pelanggaran terhadap prokes, baik yang dilakukan para pendukung atau calon kepala daerah itu sendiri.
“Ini menjadi ilustrasi kita dalam pelaksanaan prokes di TPS. Di dalam TPS, prokes dipastikan diterapkan, karena SOPnya jelas. Misalnya tempat duduk ada jarak, memakai sarung tangan dan sebagainya,” tutur Titi Anggraini.
Tetapi ada empat titik yang harus diwaspadai penyelenggara Pilkada pada saat hari H pelaksanaan pemungutan suara, agar tidak menjadi sumber penularan Covid-19. Empat titik ini harus diwaspadai karena tidak sepenuhnya dapat dijangkau petugas KPU.
“Pertama, saat massa menuju TPS. Jadi nanti hari H bisa saja menciptakan kerumunan, karena pemilih datang bersama-sama dengan tetangga. Karena karakter bangsa kita kan selalu guyub,” kata Titi Anggraini.
Kedua, proses antri menuju masuk ke dalam TPS. Dari beberapa simulasi yang telah diikutinya, justru proses antri masuk ke dalam TPS yang sulit dikendalikan meskipun sudah ada dua orang petugas keamanan. “Disini perlu ketegasan petugas agar pemilih tetap menerapkan protokol kesehatan,” tukas Titi Anggraini.
Ketiga, potensi kerumunan adalah ketika selesai memberikan hak pilih, para pemilih tidak langsung kembali ke rumah. Keempat, proses penghitungan suara yang dilakukan secara terbuka, maka sangat mungkin memicu masyarakat hadir untuk melihat.
“Jadi yang harus dipertegas adalah bagaimana sinergitas KPU dengan otoritas yang lain di dalam mencegah ekses dari proses pemungutan suara itu yang potensial menciptakan kerumunan,” tegas Titi Anggraini.
Artikel ini telah tayang di Beritasatu.com dengan judul “Perludem Minta KPU, Bawaslu dan Pemerintah Antisipasi Euforia Kemenangan Tak Terkendali”, https://www.beritasatu.com/edi-hardum/nasional/706645/perludem-minta-kpu-bawaslu-dan-pemerintah-antisipasi-euforia-kemenangan-tak-terkendali