• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menyebut, sejumlah negara yang menggelar pemilihan umum di masa pandemi menunggu kasus Covid-19 di negara mereka turun terlebih dahulu. Sementara, di Indonesia, Pilkada 2020 justru digelar di tengah meroketnya kasus virus corona. “Pemilu lokal ataupun referendum itu dilakukan mayoritas oleh banyak negara ketika pandemi mengalami penurunan atau dapat dikendalikan,” kata Titi dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (30/9/2020). “Kita ini tidak, kita berpilkada ketika angka positif meroket gitu dan tidak ada tanda-tanda akan melandai atau belum ada tanda-tanda melandai,” tuturnya.

Titi mencontohkan pemilu Korea Selatan yang digelar 15 April 2020 lalu. Saat itu, tidak ada kasus infeksi Covid-19 di dalam negeri. Kasus Covid-19 hanya berjumlah 24, yang seluruhnya terjadi pada warga negara Korea Selatan yang baru bepergian dari luar negeri. Menurut Titi, keadaan ini menjadi anomali lantaran para pemangku kepentingan yang bersikukuh menggelar Pilkada kerap mencontohkan suksesnya pemilu di Negeri Ginseng tersebut. “Ini anomali sendiri di tengah tren kita negara-negara yang berhasil atau sukses menyelenggarakan pemilihan di tengah situasi pandemi,” ujarnya.

Di tengah meroketnya kasus Covid-19, lanjut Titi, aturan tentang protokol kesehatan Pilkada hanya diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Padahal, dasar hukum yang kuat menjadi prasyarat utama pengaturan Pilkada di masa pandemi, guna menjamin prosedur, tata cara, dan mekanisme pemilihan berdasar protokol kesehatan.

Jika pengaturan protokol kesehatan hanya dituangkan di PKPU, sulit bagi penyelenggara untuk merancang pemilihan yang aman dari Covid-19 seperti memperpanjang waktu pemungutan suara atau menambah metode pencoblosan berupa kotak suara keliling.

Dengan tidak adanya undang-undang yang mengatur pemilihan di masa pandemi, kata Titi, pengaturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di Pilkada kali ini menjadi amat terbatas dan tidak kuat. “Kita menggantungkan harapan itu pada Peraturan KPU padahal Peraturan KPU itu banyak batasannya dan tidak bisa menjangkau semua hal yang menjadi prasyarat pemilihan secara sehat,” ujar Titi. “Jadi materinya itu mestinya ada di UU, tetapi kita semua itu digantungkan pada Peraturan KPU yang notabene banyak batasannya,” katanya lagi. Untuk diketahui, pemerintah bersama Komisi II DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepakat untuk tetap melanjutkan tahapan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19.

Baca juga: Perludem: Sanksi Pelanggar Protokol Tak Tegas, Partisipasi Pilkada Akan Rendah

Padahal, banyak pihak yang mendesak Pilkada ditunda seperti PP Muhammadiyah, PBNU, hingga para pegiat pemilu. Keputusan untuk melanjutkan Pilkada di tengah pandemi ini diambil melalui rapat antara Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri dan KPU pada Senin (21/9/2020). “Komisi II DPR bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19,” kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat.

Adapun Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, dimulai sejak 26 September dan berakhir 5 Desember 2020. Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Bandingkan dengan Negara Lain, Perludem: Kita Berpilkada Saat Angka Covid-19 Meroket”, https://nasional.kompas.com/read/2020/10/01/10274971/bandingkan-dengan-negara-lain-perludem-kita-berpilkada-saat-angka-covid-19?page=2.