• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, meminta Komisi II DPR mengkaji ulang usulan penggunaan e-voting dalam pelaksanaan pemilu 2024. Menurutnya, pemungutan suara manual di TPS merupakan cara yang demokratis dan lebih transparan.

“Penggunaan e-voting sebaiknya perlu dipertimbangkan ulang usulan penggunaannya dalam pemilu di Indonesia. Pemungutan dan penghitungan suara manual di TPS disebut-sebut sebagai tahapan paling demokratis yang mendorong transparansi dan akuntabilitas pemilu,” kata Titi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi II, Selasa (30/6).

“Ketika e-voting diberlakukan, dapat menghilangkan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan partisipatif di pemungutan dan penghitungan suara di TPS,” sambung dia.

Terlebih, kata dia, beberapa negara yang telah melaksanakan e-voting mengalami sejumlah persoalan dalam pemungutan suara. Seperti, penerapan e-voting di Kenya yang mengakibatkan terjadinya penggelembungan suara yang berujung konflik pada pemilu 2007.

Lalu, di Belanda, muncul gelombang protes dan kampanye ‘we don’t trust the machine’ untuk mempertanyakan penggunaan e-voting. Dari pengalaman sejumlah negara, Titi menilai penerapan e-voting belum tepat untuk dilakukan.

“E-voting dalam praktiknya menyisakan persoalan dan banyak negara cenderung meninggalkan penggunaan e-voting dan kembali ke pemungutan suara manual,” jelas Titi.

Karena itu, Titi menyarankan lebih baik Komisi II mempertimbangkan penggunaan teknologi untuk melakukan rekapitulasi atau e-rekap agar pelaksanaannya lebih efisien. Penerapan e-rekap, kata dia, dapat dilakukan secara bertahap dan melakukan uji coba berulang kali agar berjalan baik.

“Dibandingkan dengan e-voting penggunaan teknologi informasi dalam bentuk rekapitulasi elektronik e-rekap lebih relevan digunakan di Indonesia karena selain tetap membuka ruang pengawasan partisipatif dari publik, rekapitulasi elektronik dapat menghadirkan efisiensi dan mempercepat proses rekapitulasi,” tutur dia.

e-rekap akan diterapkan pertama kali di Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah. e-rekap adalah pengembangan dari scan C1 yang diterapkan KPU sejak Pemilu 2014, dan menampilkan datanya dalam tabulasi di website.

“Meski demikian, penggunaan e-rekap perlu dilakukan secara bertahap dengan persiapan yang matang dan uji coba berulang-ulang guna mendorong kepercayaan publik terhadap sistem e-rekap,” tandas Titi.

Sumber: https://kumparan.com/kumparannews/perludem-e-voting-hilangkan-transparansi-pemilu-bermasalah-di-beberapa-negara-1tiLR45VshA/full