Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menegaskan TNI-Polri tidak boleh diberikan hak suara dalam pemilihan umum (pemilu). Hak pilih bagi aparat keamanan akan menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
“Kepercayaan publik yang belum sepenuhnya hadir untuk (memberikan) hak pilih TNI-Polri,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggaraini dalam diskusi virtual, Kamis, 25 Juni 2020.
Peluang TNI-Polri memiliki hak suara terlihat dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang tengah dibahas Komisi II DPR. Regulasi tersebut tidak memasukkan larangan TN-Polri menggunakan hak suara.
Titi meminta Komisi II DPR bersikap bijak dalam merumuskan RUU Pemilu. Pemerintah dapat berkaca pada pengangkatan Komjen M Iriawan sebagai pejabat sementara Gubernur Jawa Barat yang menimbulkan penolakan besar-besaran dari masyarakat.
“Jangan sampai RUU Pemilu kontraproduktif, malah menghabiskan waktu dengan isu kontroversi,” jelasnya.
RUU Pemilu seharusnya dapat memperkuat sistem presidensial, manajemen pemilu yang efektif dan efesien, hingga memperkuat rasionalitas pemilih dalam memberikan hak suaranya. Bukan justru memunculkan kontroversi.
“RUU fokus visi besar yang diterjemahkan dalam variabel teknis menghindari kontroversi, menghindari hambatan dalam proses pembahasannya,” imbuhnya.
Selama ini TNI-Polri tidak memiliki hak suara dalam pemilu. Hal tersebut diatur dalam pasal 200 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sumber: https://www.medcom.id/nasional/politik/gNQGwMok-pemberian-hak-pilih-tni-polri-bakal-picu-kontroversi