• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setelah operasi tangkap tangan WS, salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), lembaga penyelenggara pemilu itu harus mengandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengantisipasi potensi penyimpangan di Pilkada 2020.

“KPU perlu meminta dukungan KPK dalam membangun strategi pencegahan untuk internal kelembagaan KPU dan juga dalam rangka mengantisipasi potensi penyimpangan ketika Pilkada 2020,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Jumat (10/1/2020).

Menurut dia, KPU harus mewanti-wanti jajarannya di daerah untuk tidak coba-coba main mata dan melakukan praktik koruptif.

Sebab, kata dia, selain akan ada ancaman hukuman yang berat hal itu juga akan semakin meruntuhkan kredibilitas KPU sebagai institusi demokrasi.

“KPU harus menjadikan momen ini untuk bersih-bersih total di tubuh KPU baik internal maupun pola hubungan eksternal. KPU mesti persilakkan KPK untuk mengusut tuntas kasus ini,” kata dia.

Dia meminta KPU untuk lebih ketat mengawasi internal dan segera membangun mekanisme hubungan dengan eksternal secara lebih akuntabel dan berintegritas.

“Di saat yang sama KPU harus membangun mekansime pengawasan internal yang lebih baik dalam mencegah perilaku koruptif jajarannya. Apalagi banyak godaan menjelang pilkada,” tambahnya.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka.

Wahyu diduga menerima suap terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.

“Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).

Selain Wahyu, KPK turut menetapkan Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan dan juga mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai tersangka penerima suap.

Sementara, sebagai tersangka pemberi suap KPK menjerat Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP dan Saeful sebagai swasta.

Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Perludem Ingatkan KPU Soal Potensi Penyimpangan di Pilkada 2020, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/01/10/perludem-ingatkan-kpu-soal-potensi-penyimpangan-di-pilkada-2020?page=all.