JawaPos.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan PKPU terkait diperbolehkannya bekas narapidana kasus korupsi di Pilkada Serentak 2020. Direktur Persatuan untuk Pemilu Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan ia tidak kaget dengan keputusan KPU tersebut.
Menurut Titi, hal ini sudah bisa diperkirakan karena KPU mesti berhadapan dengan pihak-pihak yang tidak menginginkan penyelenggaran pilkada berjalan dengan baik. “KPU berhadapan dengan ekosistem hukum dan politik yang tidak mendukung terobosan yang ingin dilakukan KPU,” ujar Titi saat dihubungi, Sabtu (7/12).
Titi menduga, KPU berada dalam dilema besar. Menurutnya, KPU belum bisa mengundang-undangkan pelarangan bekas narapidana korupsi ikut serta dalam pilkada. Paslanya, pasti ada saja pihak yang menggugat atau melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau KPU tetap mengatur sekalipun, Kemenkumham pasti tidak bersedia mengundangkannya karena dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” katanya.
Apabila KPU melarang bekas narapidana kasus korupsi, maka mereka berpotensi dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU akan dilaporkan dengan alasan semua warga negara Indonesia (WNI) berhak mencalonkan menjadi kepala daerah.
“KPU akan berhadapan dengan perlawanan politik dan hukum sekaligus dari para pihak yang menentang pengaturan itu,” ungkapnya.
Sekadar informasi, KPU menerbitkan PKPU Nomor 18/2019 yang tidak melarang mantan narapidana kasus korupsi untuk menjadi kepala daerah.
PKPU itu tercatat dengan Nomor 18 tahun 2019 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. PKPU ditetapkan pada 2 Desember 2019.