TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengkritik usulan anggota DPR tak perlu mundur jika ingin maju sebagai calon kepala daerah.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIII/2015 mengatur anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur jika ingin maju pilkada.
“Sudah ada Putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015 yang mengatur bahwa anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur jika ingin maju Pilkada. Suka atau tidak suka Putusan ini mesti jadi pegangan semua pihak, termasuk pula DPR,” ujar Titi Anggraini kepada Tribunnews.com, Senin (18/11/2019).
Kalau ada pandangan berbeda soal substansi putusan MK ini, dia mempersilakan para pihak yang keberatan tersebut kembali lagi menguji substansi putusan tersebut ke MK.
Tapi kata dia, diajukan kembali dengan menyajikan argumen konstitusionalitas terbaru yang dianggap lebih kuat, relevan, dan kontekstual untuk masa kini.
Sehingga, MK bisa diyakinkan untuk mengesampingkan substansi Putusan MK terdahulu (Putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015).
Karena itu dia meminta DPR tidak memberikan pendidikan politik yang kurang baik ketika mengajukan usulan tersebut dalam revisi UU Pilkada.
“Jangan sampai DPR memberikan pendidikan politik yang kurang baik pada publik dengan mengabaikan Putusan MK tanpa melalui prosedur dan alas hukum yang konstitusional,” kata Titi Anggraini.
Menurut dia, DPR mesti menjadi contoh atau teladan soal ketaatan pada konstitusi dan hukum yang berlaku.
“Mestinya DPR juga konsisten berpegangan pada Putusan MK yang berkaitan dengan itu. Agar publik juga mendapatkan pendidikan politik dan pembelajaran hukum yang baik dari para wakil rakyatnya di DPR,” jelasnya.
Lebih jauh terkait argumen kenapa anggota DPR harus mundur, ia menjelaskan, itu untuk memperkuat kaderisasi di partai.
Sehingga akan lebih banyak sumber rekrutmen yang bisa diisi oleh kader.
Selain juga untuk memastikan anggota DPR bisa bekerja dan mengabdi sebagai wakil rakyat secara optimal tanpa terhambat oleh kerja-kerja politik pencalonan pilkada.
“Jadi Putusan MK berusaha memaksimalkan fungsi representasi para wakil rakyat agar tidak terdistorsi kepentingan politik partisan akibat kontestasi pilkada,” katanya.
Sebagaimana diketahui DPR tengah mengkaji revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada.
Salah satu poin yang akan dikaji ialah bahwa anggota DPR tak perlu mundur jika ingin maju sebagai calon kepala daerah.
Wacana ini akan turut dibahas selain evaluasi pelaksanaan pilkada langsung yang belakangan mencuat.
“Itu sedang dibahas semua,” kata Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar Azis Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan ada usulan dari partai-partai di daerah.
Mereka menginginkan agar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disamakan dengan kepala daerah inkumben dalam hal tak perlu mundur jika ingin maju di pilkada.
“Soal ASN sama juga, apakah harus mundur atau tidak,” kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 6 November lalu.
Menurut Doli, ada pula yang menyarankan agar ketentuan ASN tak perlu mundur saat maju pilkada ini juga berlaku untuk anggota TNI dan Polri.
Namun, ada pula yang meminta agar aturan untuk TNI/Polri dibedakan dengan ASN.
“Ada yang bilang beda dong, karena ASN punya hak memilih sementara TNI/Polri tidak,” kata Doli.
Dalam UU Pilkada disebutkan seorang anggota DPR atau DPRD harus mundur dari posisinya jika sudah ditetapkan sebagai pasangan calon Pemilihan Kepala Daerah.