Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) dilakukan untuk memenuhi kepentingan sektoral. Pasalnya, terdapat perbedaan dengan aspek sosiologis di masyarakat saat ini.
“Tidak banyak menyangkut banyak orang, tidak jangka panjang, jangka pendek saja, merefleksikan kompromi-kompromi produk kekuasaan,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam sambungan telpon program Primetime News Metro TV, Jakarta Barat, Jumat, 6 September 2019.
Salah satu revisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3 ialah, komposisi pimpinan MPR yang terdiri dari satu ketua dan paling banyak sembilan wakil. Titi menyebut jika revisi tersebut hanya bertujuan untuk mempersatukan beberapa pihak, dapat dilakukan dengan sinergitas eksekutif dan legislatif.
“Melalui kekuatan kinerja dari parlemen sebagai bagian check and balances sistem tata kelola bernegara kita,” tuturnya.
Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembahasan revisi UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Terdapat lima poin usulan perubahan UU MD3.
Poin pertama yakni; perubahan pimpinan MPR berjumlah 10 orang yang terdiri dari satu orang dan sembilan orang wakil ketua. Kemudian, bakal calon pimpinan MPR diusulkan masing-masing fraksi.
Ketiga, setiap fraksi hanya berhak mengajukan satu nama untuk calon pimpinan MPR. Berikutnya, pemilihan ketua MPR berdasarkan hasil musyawarah mufakat. Serta yang terakhir, apabila terjadi kebuntuan pemilihan ketua MPR menggunakan mekanisme voting.