• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

Jakarta: Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni yakin uji materi daftar pemilih tambahan (DPTb) bakal membawa dampak positif jika dikabulkan MK. Salah, satunya potensi bertambahnya pemilih dalam Pemilu 2019.

“Pertama Pasal 210 ayat 1, kepengurusan pindah memilih. Kami meminta batasnya bukan H-30, tapi H-3. Konsekuensinya tentu adalah pemilih yang mengurus pindah memilih bisa jadi bertambah jumlahnya,” kata Titi di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 14 Maret 2019.

Namun, di sisi lain, jika MK mengabulkan gugatan itu, artinya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memastikan ketersediaan surat suara dan pemahaman serta penguasaan petugas di lapangan soal aturan baru ini. Pasalnya, aturan ini sudah disosialisasikan bahwa limit mengurus pindah memilih adalah 17 Maret.

“Kalau ada perubahan H-3, berarti kan jajaran di lapangan harus tahu, jangan sampai antara putusan MK dengan operasional di lapangan tidak berhubungan,” ucap Titi.

Kedua, kata Titi, soal akses pada surat suara kalau pindah memilih. Titi menyebut, pihaknya meminta agar Pasal 348 ayat 4 itu dihapuskan, sehingga jika ada warga yang pindah memilih, nanti di lapangan petugas KPPS tidak kebingungan. Belum lagi, aturan dalam pasal tersebut, pindah memilih antar provinsi hanya bisa dapat surat suara Pemilu Presiden.

Ini artinya, jika uji materi ini dikabulkan, maka pemilih itu dapat semua surat suara. Oleh karena itu, yang harus dipastikan adalah ketersediaan logistik pemungutan suara dan penguasaan pemahaman petugas di lapangan.

“Apalagi kan mereka tahunya mungkin ya, pindah dapil enggak dapat. Jadi tantangannya bukan hanya logistik, tapi juga kapasitas teknis di lapangan,” jelas dia.

Selain itu, uji materi soal syarat menggunakan hak pilih kalau belum terdaftar juga diminta bukan hanya punya KTP-el, tapi juga bisa menggunakan akta lahir, paspor, kartu nikah, surat keterangan atau kartu pemilih yang dikeluarkan KPU. Konsekuensinya juga kembali ke masalah logistik dan pengawasan.

“Karena Bawaslu harus memastikan orang yang menggunakan DPK itu adalah orang yang sebenarnya, bukan kemudian dimanipulasi atau disalahgunakan,” terang dia.

Titi menambahkan uji materi soal Pasal 350 ayat 2 soal TPS Khusus juga harus segera. Hal ini menyangkut pemilih pindahan yang terkonsentrasi seperti di lapas, rutan, rumah sakit, institusi pendidikan, tambang, dan perkebunan.

Menurutnya, aturan ini memang ada, tapi ketersediaan surat suara belum dijamin. Hal ini, kata dia, harus segera diputuskan karena berkaitan dengan penyediaan surat suara dan kesiapan petugas KPPS.

“Lalu kemudian pelatihan terhadap petugasnya harus disiapkan. Jadi memang kerangka waktu kita pendek sekali. Hari ini H-34, sementara cetak surat suara butuh waktu, lipat, sortir, dan sebagainya,” jelas Titi.

Sebelumnya, Senior Partner Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity) Denny Indrayana mengajukan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Dia beserta elemen masyarakat lain menyoalkan lima pasal.

Pasal yang dipersoalkan adalah Pasal 348 ayat (9), Pasal 348 ayat (4), Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), dan Pasal 383 ayat (2) UU Pemilu. Menurut Denny, pengujian pasal dilakukan karena dinilai menghambat dan berpotensi menghilangkan hak pemilih.

Dalam permohonan ini, Denny menggandeng pihak lain. Mereka di antaranya mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay dan Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

Sumber: https://www.medcom.id/pemilu/news-pemilu/GNl2ypPk-uji-materi-pindah-memilih-berpotensi-menambah-jumlah-pemilih