RILIS
Jakarta, 13 Maret 2019
Diskusi Media dan Peluncuran Alat Pelaporan
Kekerasan Pemilu
Di antara masih banyaknya pekerjaan rumah Indonesia mengenai perbaikan pemilu, “kekerasan pemilu” jadi salah satu yang belum baik ditangani. Seperti apa konsep kekerasan pemilu dirumuskan antarregulasi dan bagaimana penegakan hukumnya diwujudkan? Sebagian dari kita bisa sangat bersemangat mengatur atau melaporkan secara pidana sejumlah bentuk pelanggaran pemilu tapi tidak untuk kekerasan pemilu. Menghina, salah ngomong, bahkan mengkritik secara langsung atau tak langsung bisa dipidana dan dilaporkan untuk penghukuman penjara. Pembiayaan politik (cost politic) tak bisa dibedakan dengan politik uang (money politic) atau korupsi politik (political corruption) sehingga paket makanan, uang transportasi, atau barang kampanye bisa dihukum penjara layaknya kekerasan pemilu.
Governance and Social Development Resource Center juga menjelaskan, secara umum, upaya sistemik penanganan kekerasan pemilu belum berjalan baik di penyelenggaraan pemilu negara berkembang. Pemantauan pemilu dan program pendidikan pemilih jarang dirancang semata-mata atau secara eksplisit untuk mengurangi kekerasan pemilu dan oleh karena itu biasanya tidak dicatat. Klaim pemantauan pemilu secara umum berkonsekuensi pada berkurangnya kekerasan pemilu, sulit untuk dibuktikan. Kekerasan pemilu merupakan masalah prinsipil dan kompleks tapi lebih banyak diatasi dengan penyederhanaan.
Kekerasan pemilu dan tren
Kerasan pemilu berarti tindakan yang menyebabkan cedera atau matinya seseorang atau rusaknya barang kepemilikan pribadi/publik atau anjaman/paksaan fisik/pembunuhan yang berkaitan dengan hak politik warga di konteks kepemiluan. Kekerasan ini terjadi bukan hanya dalam tahapan pemilu tapi juga pada tahap persiapan pemilu dan selesai tahapan pemilu.
Berdasarkan konsep tersebut, kita bisa memberikan sejumlah bentuk kekerasan pemilu sebagai contoh. Bisa jadi, ada bentuk kekerasan pemilu yang belum masuk pidana pemilu atau malah belum masuk bagian pelanggaran pemilu. Dan bisa jadi, ada bentuk kekerasan pemilu yang malah hukumannya lebih ringan dari bentuk pelanggaran pemilu.
Dalam bentuk peristiwa, kita bisa sebut cepat sejumlah bentuk kekerasan pemilu. Bentrok (fisik) antarpendukung calon atau partai politik. Tewasnya peserta kampanye dalam tembakan pengamanan massa. Pembakaran kantor penyelenggara pemilu atau partai politik. Ancaman dari militer terhadap suatu pilihan politik pada tahapan pemilu atau tempat pemungutan suara. Pengrusakan alat peraga kampanye (baik kepemilikan KPU maupun pribadi) di tempat dan waktu yang legal.
Di keadaan tak tertangani dengan baik, kompleksitas kekerasan pemilu punya dua kecenderungan yang menyebabkan meledaknya konflik hingga berdampak pada kematian yang masif. Pertama, konflik antara kekuatan petahana dengan oposisi yang melibatkan militer. Kedua, penyertaan identitas kelompok yang membelah massa yang disulut dengan ujaran kekerasan.
Di Dhaka, Bangladesh, pada Pemilu 2018, setidaknya 17 orang tewas karena kekerasan antara kekuatan petahana dengan oposisi. Di Togo, pada Pemilu Presiden 2005, diperkirakan 500 orang mati dan 20 ribu orang mengungsi karena petahana mengerahkan kekuatan militer untuk melawan oposisi. Di Kenya, belum reda dari duka tewasnya ribuan orang di Pemilu Presiden 2007, Pemilu Presiden 2017 yang menyertakan propaganda melalui Cambridge Analytica telah memecah belah etnis yang berdampak pada kematian warga secara masif.
United States Institute of Peace menyampaikan analisa Database Kekerasan Pemilu Afrika (AEVD) bahwa ada suatu tren kekerasan pemilu di banyak benua. Yang terbesar adalah Afrika. Berdasar penyelenggaraan Pemilu Afrika sub-Sahara pada rentang 1990 hingga 2008, terungkap bahwa terjadi tren peningkatan kekerasan pemilu. Ada 58 persen pemilu di Afrika yang terjadi kekerasan pemilu, mulai dari intimidasi dan pelecehan intensitas rendah hingga kekerasan berskala. Dan ada 10 persen yang menyebabkan kematian yang masif.
untuk versi lebih lengkapnya silahkan download dibawah ini.