AKURAT.CO, Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, pada Pemilu 2014 lalu Indonesia dijuluki sebagai penyelenggara Pemilu paling kompleks di dunia.
Pada pemilu 2019 nanti, Indonesia akan dijuluki lagi sebagai penyelenggara pemilu yang kompleks dan terbesar di dunia, karena Pilpres dan Pileg dilaksakan secara bersamaan dalam waktu satu hari.
“Di 2019 akan pemilu serentak, jadi sudah pasti itu julukan pemilu paling kompleks didunia akan kita sandang lagi. Tidak hanya itu atau pemilu serentak satu hari terbesar di dunia, dimana seluruh wilayah di Indonesia pemilu dilaksanakan secara bersamaan,” kata Titi dalam diskusi bertajuk “Optimalisasi Peran Media Dalam Memerangi Hoax” di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/10).
Sayangnya meskipun dijuluki sebagai penyelenggara pemilu yang kompleks dan terbesar, kata Titi, masyarakat Indonesia mengahadapi persoalan dalam pemilu.
Salah satunya adalah ketimpangan informasi mengenai, regulasi, profil para kandidat, dan konsekuensi masyarakat jika tidak menggunakan hak pilihnya.
Ia mengatakan, yang lebih disoroti di ruang publik adalah soal kompetisi para kandidat.
“Ruang publik kita ini lebih menarik disoroti soal kompetisinya, kontekstasinya. Jadi hal-hal yang kontroversi, spekulatif para kandidat, soal partai, soal elit politik, kami perhatikan lebih dominiasi ruang publik kita ketimbang soal proses pemilu itu sendiri bagaiman pemilu itu dikelola,” ujarnya.
Titi menuturkan, perdebatan diantara para calon mengenai kontekstasi lebih banyak mengisi ruang publik dari pada profil kandidat.
Padahal, tambah Titi, informasi tentang profil para kandidat sangat penting bagi masyarakat untuk menilai calon pemimpin mereka, begitu juga dengan regulasi tentang pemilu.
Dikatakannya, isus-isu yang diperdebatakan itu sengaja dibuat dan dibikin heboh di masyarakat, tapi tidak menyentuh program dan visi-misi yang mereka bawa.
Ia mengatakan bahwa dirinya yakin, visi-misi Capres-Cawapres tidak ada yang diketahui oleh masyarakat secara utuh. Sebab, akses mereka untuk mendapatkan visi-misi tersebut terbatas.
“Ada nggak yang sudah tuntas baca 28 halaman visi-misi misinya pasangan nomor urut 01? Lalu sudah ada yang membaca visi misinnya Prabwo-sandi 14 halaman? Atau jangan-jangan tidak dapat akses,” ujarnya.