• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

JawaPos.com – Pengajuan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pihak terkait dalam permohonan uji materi Undang-Undang Pemilu, menjadi ujian tersendiri bagi Mahkamah Konstitusi (MK). MK diminta professional sebelumnya memutuskan gugatan ihwal syarat pencalonan calon presiden dan wakil presiden tersebut.

Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan, lembaga yang diketuai oleh Anwar Usman itu harus memastikan institusinya, serta seluruh hakim konstitusi, untuk tidak akan melibatkan diri dalam kepentingan politik praktis para pemohon dan pihak terkait.

“Mahkamah Konstitusi mesti bersikap adil dan professional, dengan memproses permohonan yang diajukan oleh Partai Perindo. Termasuk masuknya Jusuf Kalla menjadi pihak terkait, sesuai dengan prosedur penanganan perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi,” kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/7).

Terkait substansi gugatan, Fadli mengaku sejatinya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi mengenai pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden, yang hanya boleh menjabat dua kali untuk jabatan yang sama. Pasalnya, amanat itu sebenarnya sudah diatur dalam UUD 1945, tepatnya pada pasal 7.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

“Jika melihat ketentuan ini, sama sekali tak ada keraguan terkait apakah pembatasan masa jabatan yang hanya dua kali untuk masing-masing jabatan presiden atau wakil presiden itu berturut-turut atau tidak,” ungkapnya.

Sementara itu dalam konteks sejarah, dia menyebut pembatasan masa jabatan untuk presiden dan wakil presiden, bertujuan untuk memurnikan sistem presidensil di Indonesia. Di mana seorang kepala pemerintahan dan kepala negara memiliki masa jabatan yang pasti, yakni 5 tahun.

Hal itu semakin menegaskan bahwa dalam sistem presidensil yang memegang kekuasaan adalah presiden dan wakil presiden. Sehingga dalam konsep pasangan calon ini tidak boleh dipisahkan, termasuk pula ihwal pembatasan masa jabatan wakil presiden.

“Kuasa seorang wakil presiden sebagai orang nomor dua di republik ini tentu adalah sesuatu yang tidak bisa dinafikan,” tuturnya.

Tak hanya itu, ia menyebut adanya pembatasan masa jabatan maksimal dua kali untuk presiden dan wakil presiden juga bertujuan untuk mempercepat regenerasi politik dan kepemimpinan nasional. Selain itu untuk mencegah pemerintahan yang otoratianisme.

“Langkah pihak-pihak yang berupaya untuk memperluas kekuasaan dengan mengubah aturan pembatasan masa jabatan wakil presiden selain tidak sejalan dengan semangat reformasi, juga akan melemahkan proses konsolidasi demokratisasi di Indonesia. Serta berpeluang memundurkan dan mengurangi mutu pemilu dan demokrasi di Indonesia,” pungkasnya.

Sebelumnya, Partai Perindo menggugat UU No 7/2017 tentang Pemilu. Mereka menggugat Pasal 169 huruf n yang menghalangi JK maju pada Pilpres 2019.

Dalam pasal tersebut dinyatakan capres-cawapres, bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode.

Selain itu, gugatan soal masa jabatan presiden dan wapres sebelumnya pernah digugat oleh sekelompok masyarakat yang mengklaim sebagai ‘penggemar’ JK. Mereka menginginkan JK maju kembali sebagai cawapres mendampingi Jokowi.

Namun gugatan itu ditolak, lantaran penggugat tak memiliki dasar hukum (legal standing). Serta dianggap tak memiliki kepentingan langsung dengan aturan tersebut.

Sumber: https://www.jawapos.com/nasional/politik/22/07/2018/perludem-gugatan-aturan-capres-cawapres-lemahkan-proses-demokrasi