JAKARTA, suaramerdeka.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta agar tidak ikut menilai PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Permintaan itu disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam diskusi di Kantor ICW, Kamis (5/7).
“Bawaslu bukanlah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menilai apakah aturan PKPU itu bertentangan atau tidak. Tugas Bawaslu dalam melakukan sengketa Pemilu itu hanya melihat apakah PKPU yang ditentukan KPU sudah berdasarkan ketentuan administrasi Pemilu yang berlaku atau belum termasuk PKPU 2018,” ucap peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil.
Dengan pengesahan PKPU tersebut, maka Bawaslu harus mempedomani PKPU sebagai ketentuan dari registrasi pemilu di 2019.
“Sepanjang PKPU belum dibatalkan MA, maka Bawaslu haruslah memepedomani PKPU itu sebagai ketentuan registrasi Pemilu,” imbuh Fadli.
Sementara itu Peneliti ICW Almas Sjafrina juga meminta Bawaslu untuk tetap tunduk pada PKPU. Serta meminta agar Bawaslu mendukung aturan tersebut.
“Kami mengimbau Bawaslu untuk meralat pernyataan yang menyiratkan Bawaslu mempersilakan mantan narapidana kasus korupsi mendaftar caleg. Kedua, agar Bawaslu mendukung KPU dengan menghormati dan mematuhi PKPU sebagai produk hukum, termasuk dalam penanganan sengketa yang diajukan peserta pemilu perihal larangan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi menjadi caleg,” ungkap dia.