• Post author:
  • Post category:Siaran Pers
  • Reading time:4 mins read

Siaran Pers

Penangkapan Anggota KPU dan Ketua Panwaslu Kabupaten Garut: Ujian Integritas Kelembagaan Penyelenggara Pemilu

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

Jakarta, 25 Februari 2018

Anggota KPU Agus Sudrajad dan Ketua Panwaslu Kabupaten Garut Heri Hasan Basri ditangkap oleh Satgas Anti Politik Uang Mabes Polri, bersama dengan jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Garut Sabtu (24/2). Keduanya disangka menerima suap terkait kewenangannya dalam penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Garut yang tahapannya sedang berjalan. Pilkada Kabupaten Garut akan dilaksanakan dengan pemilihan kepala daerah di 170 daerah lainnya pada 27 Juni 2018 mendatang.

Keduanya disangka menerima suap untuk meloloskan salah satu pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah yang sedang berlangsung di Kabupatan Garut. Saat ini, tahapa Pilkada 2018, sudah memasuki masa kampanye sampai nanti tanggal 23 Juni 2018. Berdasarkan kejadian penangkapan ini, Kami menyampaikan beberapa hal:

Pertama, Penangkapan terhadap oknum dari dua organ penyelenggara pemilu ini tentu menjadi noda besar bagi lembaga penyelenggara pemilu yang seharusnya bekerja secara professional, mandiri, transparan, dan akuntabel. Jangankan menerima suap, bertindak, bersikap, dan berprilaku yang berpotensi menimbulkan dugaan tidak netral, dan tidak professional saja adalah hal yang harusnya haram dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Namun, jika sudah sampai menerima suap, dan melakukan tindakan atas kewenangan yang melekat padanya, untuk menguntungkan salah satu peserta pilkada, adalah perbuatan yang tidak bisa ditoleransi.

Kedua, Tindakan anggota KPU Garut dan Ketua Panawaslu Garut ini secara terang melanggar Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, khususnya Pasal 8 huruf a “Dalam melaksanakan prinsip mandiri, penyelenggara pemilu bersikap dan bertindak netral atau tidak memihak terhadap partai politik, calon, pasangan calon, dan/atau peserta pemilu”. Tindakan yang dilakukan oleh Agus Sudrajad dan Heri Hasan Basri sudah tidak netral karena melakukan tindakan yang berkaitan dengan kewenangannya untuk meloloskan salah satu pasangan calon kepala daerah Kabupaten Garut.

Kemudian, apa yang dilakukan oleh Agus Sudrajad dan Heri Hasan Basri ini juga diduga melanggar ketentuan Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 Pasal 8 huruf g “Dalam melaksanakan prinsip mandiri, penyelenggara pemilu menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa, janji atau pemberian lainnya dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari peserta pemilu, calon anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan tim kampanye kecuali dari sumber APBN/ABPD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.  Sesuai dengan sangkaan awal, kepada dua oknum penyelenggara pemilu diduga menerima mobil dan uang terkait dengan janji atas tindakan yang dilakukan terkait dengan kewenangan yang melekat padanya untuk meloloskan salah satu calon kepala daerah di Kabupaten Garut Tahun 2018.

Berikutnya, tindakan yang dilakukan oleh Agus Sudrajad dan Heri Hasan Basri melanggar Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 Pasal 8 huruf j “Dalam melaksanakan prinsip mandiri, penyelenggara pemilu tidak akan menggunakan pengaruh atau kewenangan bersangkutan untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, penghargaan, dan pinjaman atau bantuan apapun dari pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan pemilu”. Tindakan kedua oknum penyelenggara pemilu ini yang disangka menerima barang dan atau uang dari salah satu peserta pemilihan kepala daerah adalah tindakan berat yang harus segera ditindak.

Kemudian, tindakan dari dua oknum penyelenggara pemilu ini tentu saja disangkakan melanggar ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang  No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal yang disangkakan kepada kedua oknum ini adalah pasal larangan menerima suap kepada penyelenggara negara. Kedua oknum anggota KPU ini, berdasarkan Ketentuan UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara, adalah penyelenggara negara yang kewenangannya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peratuan perundang-undangan. Dalam hal ini, sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2015 Jo UU No. 8 Tahun 2015 Jo UU No. 10 Tahun 2016 dan UU No. 7 Tahun 2017, Anggota KPU Kabupaten/Kota menyelenggarakan urusan pelaksanaan pemilihan umum, khususnya ditingkat kabupaten/kota.

Oleh sebab itu, langkah pemberhentian kepada anggota KPU dan Ketua Panwaslu Kabupaten Garut ini adalah pilihan yang tepat untuk diambil. Tujuannya adalah untuk memastikan tugas-tugas pelaksanaan tahapan Pilkada 2018 di Kabupaten Garut berjalan dengan baik.

Ketiga, mendorong kepada KPU dan Bawaslu untuk melakukan pemeriksaan dan investigasi internal kepada KPU Kabupaten Garut dan Pengawas Pemilu Kabupaten Garut, beserta seluruh jajaran, untuk mengungkap secara tuntas praktik pelanggaran yang telah dilakukan oleh kedua oknum penyelenggara pemilu ini. Selain itu, karena ini adalah tahun politik, dan KPU dan Bawaslu sedang menjalankan tugas yang sangat penting, yakni melaksanakan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 secara bersamaan, supervisi, pengawasan, dan evaluasi internal mesti dilaksanakan secara periodic dan berkelanjutan. Ini penting untuk dilakukan, untuk memastikan pelanggaran-pelanggaran dan tindak pidana oleh penyelenggara pemilu tidak lagi terjadi.

Keempat, mendorong kepada KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk terus melakukan pendampingan dan proses penegakan hukum yang tegas terhadap oknum penyelenggara pemilu yang melanggar hukum, apalagi menerima suap, imbalan, dan praktik lancung lain yang berkenaan dengan integritas penyelenggara pemilu.

Contact Person:
Fadli Ramadhanil ( 085272079894)
Heroik Pratama (+6287839377707)