• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Usep Hasan Sadikin mengatakan, penyelenggaraan pilkada yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menambah diskresi kepala daerah yang berpotensi melahirkan konflik kepentingan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah.

Perludem mencatat, ada 16 daerah yang anggaran pilkadanya melebihi yang diajukan oleh KPU.

Di 16 daerah itu, petahana kembali mencalonkan diri pada Pilkada Serentak 2018.

“Di sisi lain, daerah yang petahananya tidak mencalonkan lagi di Pilkada, KPU-nya mengalami hambatan anggaran,” kata Usep, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Usep menyebutkan, dari 16 daerah tersebut, anggaran Pilkada Tanggamus, Lampung, angkanya paling besar melebihi usulan KPU.

Pada Pilkada Tanggamus, calon petahana, Bupati Tanggamus Samsul Hadi kembali mencalonkan diri bersama Nuzul Irsan.

Anggaran Pilkada Tanggamus yang diajukan KPU Rp 23,97 miliar. Sementara, yang disetujui petahana mencapai Rp 32,56 miliar atau 135,81 persen lebih besar dari usulan KPU.

Menyusul Tanggamus, ada Pilkada Konawe, Sulawesi Tenggara, di mana anggaran yang disetujui petahana sebesar Rp 54,99 miliar atau 127,24 persen dari usulan yang diajukan KPU sebesar Rp 43,21 miliar.

Di urutan ketiga ada Pilkada Lumajang Jawa Timur. Anggaran yang disetujui petahana sebesar Rp 38,56 miliar atau 111,46 persen lebih besar dari usulan anggaran yang diajukan KPU sebesar Rp 34,60 miliar.

Selebihnya, anggaran pilkada yang disetujui petahana berkisar antara 100,9 persen hingga 110,9 persen lebih besar dari usulan KPU.

Tiga belas daerah tersebut yaitu Kediri, Pamekasan, Lombok, Alor, Penajam Paser Utara, Hulu Sungai Selatan, Bandung Barat, Tanjungpinang, Sanggau, Belitung, Jayawijaya, Tulungagung, serta Nusa Tenggara Timur.

“Nilainya yang paling tinggi 135,81 persen petahananya Bupati Tanggamus Syamsul Hadi,” kata Usep.

Sementara itu, di daerah yang pilkadanya tak diikuti petahana, anggaran pilkada mengalami hambatan, seperti persetujuan di bawah usulan KPU.

Selain itu, hambatan pencairan anggaran yang bertahap atau tidak sekaligus. Bahkan, ada juga daerah yang pencairannya hingga tiga termin.

Menurut Usep, penyelenggaraan pilkada yang dibiayai APBD ini rawan mengganggu kemandirian dan independensi penyelenggara pemilu.

Perludem juga merekomendasikan agar penyelenggaraan pilkada dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan demikian, KPU dan Bawaslu akan lebih berdaya tatkala menghadapi intervensi dari petahana dalam tahapan dan hasil pilkada.

“Memang seharusnya semuanya dibiayai APBN, baik kelembagaan, orang-orang di dalamnya, dan aktivitasnya,” kata Usep.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2018/02/08/16512531/perludem-soroti-anggaran-pilkada-yang-diikuti-petahana