JAKARTA – Negara harus hadir dalam mengawasi proses pencalonan kepala daerah di pilkada serentak 2018. Karena, masyarakat akan merasakan ada jaminan integritas dalam proses pencalonan kepala daerah. “Harus ada harmonisasi antara penyelenggara negara dengan masyarakat dalam proses pencalonan kepala daerah sebagai bentuk jaminan keterpercayaan rakyat dalam kontestasi pilkada,” kata Bupati Kudus, Musthofa dalam diskusi bertema ‘Menyongsong Pilkada Serentak Yang Berkualitas Di Lumbung Suara’, di Gedung LIPI, Jakarta Selatan, Senin (27/11).
Beda dengan Musthofa, Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar menegaskan, untuk apa memperebutkan mati-matian kontestasi pilkada serentak 2018 tetapi ujungnya tidak ada keadilan ketika si calon kepala daerah tidak menjalankan apa yang sudah ia janjikan. Sebab yang paling penting itu mengawal proses demokrasi dalam pemilukada ini berjalan dengan baik.
Pengamat politik LIPI, Siti Zuhro menegaskan pada prinsipnya para kandidat calon kepala daerah ini sudah benarbenar berniat ingin menjadi pemimpin daerah yang berkualitas. Tentu ada korelasi baik antara yang bersangkutan ketika ikut dalam kontestasi pilkada dengan tata kelola untuk mensejahterakan masyarakatanya.
”Saya senang, bahwa mereka sadar bahwa proses demokrasi kita syarat akan pembelajaran,” ungkap Siti Zuhro. Lebih jauh Siti Zuhro berpendapat, masih ada dampak dari pilkada DKI 2017 tentang SARA yang masih kemungkinan besar akan ada di pilkada Jabar, Jateng Jatim. Karena menurutnya, isu SARA ini keluar bukan dari masyrakatnya, tetapi dari elit parpol yang menggunakan banyak cara untuk memenangkan kontestasi.
Sementara Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI (P2PLIPI), Dr. Firman Noor menyebutkan, bahwa pilkada serentak yang dimulai sejak 2015 di 370 daerah di Indonesia masih menunjukkan berbagai masalah, khususnya terkait dengan kapasitas bakal calon (balon), popularitas dan elektabilitas balon, proses kandidasi di parpol dan biaya politik yang tinggi sehingga berdampak pada korupsi serta terhambatnya perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni menuturkan, sejauh ini KPU di daerah sudah sampai pada tahapan penyerahan syarat dukungan bagi balon perseorangan, KPU sudah menutup tenggat penyerahan syarat dukungan balon perseorangan pada 26 November kemarin. Sementara itu, KPU Kab/Kota masih membuka waktu sampai dengan 29 November 2017.
Berita lainnya: Pilkada Serentak 2018 Penuh Tantangan
Kerawanan Baru
Sementara itu Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, saat ditemui di acara Focus Grup Discussion (FGD) Polri di Jakarta, Senin mengungkapkan, Mabes Polri menemukan bentuk kerawanan baru yang timbul menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2018 mendatang. Kerawanan baru tersebut terlihat di dua wilayah yang akan melaksanakan pilkada tahun depan. Menurut Setyo, dari hasil pemetaan ada lima daerah yang rawan terjadi konflik pada pilkada mendatang.
“Untuk daerah rawan ada di Sumatera Utara, Papua, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan,” kata Setyo. Untuk di daerah Jawa Tengah, malah cenderung soft atau tenang dibanding di Jawa Timur dan Jawa Barat. “Tapi kalau di Jawa Barat ada kontestasi yang tidak diperkirakan sebelumnya, dimana ada partai politik yang ternyata memilih calon yang bukan dari pimpinan partai politiknya.
Dan di Jawa Timur pun juga demikian. Ada kontestasi, dimana ada perpindahan calonnya ke partai lain,” ujar Setyo. Pihaknya melihat hal tersebut akan menimbulkan potensi konflik pada pilkada tahun depan. Karena itu, Mabes menyiapkan pengamanan lebih di dua daerah tersebut.Tidak hanya itu, Mabes juga mendalami kecenderungan di masyarakat, yang lebih mempertimbangkan agama dari pasangan calon ketimbang program-program yang ditawarkan pasangan calon.
”Hasil survei kali ini isu agama lebih mengemuka dibanding dengan program dan ini akan dijadikan pertimbangan oleh Biro Ops (Operasional). Jadi ada dua hal yang akan dianalisis,” kata Setio. rag/eko/AR-3
Sumber: http://www.koran-jakarta.com/kandidat-harus-berintegritas/