• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:6 mins read

1486834146BERITASATU.com, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta menjamin hak semua pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta yang akan bertarung di pilgub putaran kedua, untuk menggelar kampanye. Sejumlah insiden yang terjadi saat kampanye putaran pertama, terutama kasus pengadangan sekelompok warga terhadap pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) saat berkampanye, harus dicegah.

Selain itu, KPU DKI Jakarta juga diingatkan segera menyusun aturan terkait pendanaan kampanye. Sebab, masing-masing kubu hanya memiliki waktu singkat untuk menggalang dana guna membiayai kampanye putaran kedua.

Demikian pandangan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz dan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, di Jakarta Kamis (23/2).

Masykurudin mengatakan, penajaman visi misi memang dapat dilakukan dengan debat publik dan kampanye tatap muka. Waktu yang tersedia sejak tiga hari penetapan calon yang lolos putaran kedua hingga hari pencoblosan pada 19 April mendatang dinilai cukup untuk memberikan informasi lebih detail mengenai gagasan kedua paslon dalam membangun Jakarta.

“Kalau penajaman visi misi dapat dilakukan dengan debat publik dan kampanye tatap muka. Lumayan masyarakat pemilih dapat kembali diberikan informasi yang lebih detail terkait gagasan membangun Jakarta,” ujarnya.

Aturan Pendanaan
Namun, dia menilai kampanye putaran kedua ini akan menimbulkan persoalan terutama terkait dana kampanye. Hal ini lantaran tidak ada aturan yang mengatur mengenai dana kampanye putaran kedua. Padahal, kampanye membutuhkan dana.
“Tentu karena ada kampanye perlu ada pendanaan kampanye juga, mekanismenya itu yang harus dipastikan oleh KPU. (Karena) Ketentuannya tidak ada,” ungkapnya.

Terkait mengenai petahana harus cuti selama masa kampanye putaran kedua ini, Masykurudin menilai hal itu sesuai dengan aturan yang ada. Jika tidak cuti, Masykurudin menyatakan petahana berpotensi menyalahgunakan wewenang dan fasilitas pemerintah dalam melakukan aktivitas kampanyenya.

“Lebih tepatnya potensi penyalahgunaan wewenang dan fasilitas pemerintah. Prinsipnya kalau paslon sedang kampanye, ketentuan cuti mestinya berlaku,” katanya.

Senada dengan itu, Titi Anggraini menekankan KPU DKI Jakarta harus segera membuat aturan mengenai dana kampanye putaran kedua. Dengan aturan ini diharapkan dapat memastikan langkah paslon untuk kembali menggalang dana kampanye atau menggunakan saldo dana kampanye yang tersisa dari putaran pertama.

“KPU yang harus mengatur dana kampanye untuk putaran kedua ini, kecuali kalau disebutkan ada saldo dana, pakai saldo dana yang ada. Tapi kan saldo dana berbeda-beda. Ada yang puluhan miliar rupiah ada yang tinggal Rp 1 miliar atau kurang, misalnya. Jadi itu yang harus diatur oleh KPU segera, soal pendanaan kampanye,” katanya.

Titi mengatakan, pengumpulan kembali dana kampanye atau menggunakan dana sisa kampanye putaran pertama dapat dilakukan oleh pasangan calon menghadapi putaran kedua ini. Hal ini karena dana kampanye pada dasarnya dipergunakan untuk kepentingan kampanye. Dengan demikian, selama masa kampanye masih ada, dapat mempergunakan dana kampanye.

“Saya beranggapan tidak masalah mereka kumpulkan lagi. Masa kampanyenya masih ada dan peraturan menyebutkan dana kampanye kan,” katanya.

Titi menilai keputusan KPU DKI untuk menggelar tahapan kampanye putaran kedua sebagai langkah yang tepat. Hal ini mengingat durasi dari penetapan calon yang lolos ke putaran kedua pada 4 Maret hingga hari pemungutan suara pada 19 April terbilang cukup lama. Durasi yang cukup panjang itu diyakini akan dimanfaatkan oleh kedua pasangan calon yang lolos putaran kedua untuk melakukan kegiatan kampanye secara diam-diam.

“Saya kira keputusan untuk diselenggarakannya kampanye ini keputusan yang baik. Sebab bagaimana pun juga jarak antara penetapan calon yang lolos putaran kedua sampai dengan pemungutan suara, waktu relatif yang lama. Kalau tidak dilegalkan aktivitas kampanye, kecenderungan terbesar adalah para pasangan calon akan cari cara untuk melakukan praktik kampanye,” paparnya.

Apalagi, kata Titi terdapat pasangan calon yang tidak lolos putaran kedua. Suara yang diraih pasangan calon tersebut, pasti akan diperebutkan oleh kedua pasangan calon di putaran kedua. “Bagaimanapun juga ada pasangan calon yang tidak ikut putaran kedua yang notabene suaranya pasti akan diperebutkan oleh dua paslon yang ikut putaran kedua. Jadi daripada mereka mengakali cara untuk bisa berkampanye, aktivitasnya juga tidak akuntabel karena tidak bisa dipertanggungjawabkan, lebih baik dilegalkan dengan tujuan memastikan mereka melakukan perbuatan sesuai aturan perundang-undangan dan bisa dimintai akuntabilitas dana kampanyenya,” jelasnya.

Titi menambahkan, dalam penetapan sebelumnya, KPU DKI Jakarta menyebutkan adanya masa penajaman visi misi pada putaran kedua. Menurut Titi, penajaman visi misi hanya terminologi lain dari masa kampanye. Hal ini karena visi misi yang disampaikan pasangan calon dapat dikategorikan sebagai kampanye. Dengan demikian, KPU perlu mengatur dan melegalkan terminologi penajaman visi misi menjadi kampanye.

“Aturan keputusan tahapan program jadwal yang dirilis oleh KPU pun terdapat jadwal penajaman visi misi, nah penajaman visi misi program itulah yang kampanye. Ini hanya soal terminologi. Ada yang menyebut bukan kampanye. Kami sendiri menyebutnya sebagai aktivitas kampanye. Secara rasional dan faktual, dengan durasi yang panjang itu potensial sekali disalahgunakan kalau bukan oleh paslon secara langsung pasti oleh tim kampanye dan tim sukses,” ungkapnya.

Dengan penetapan tahapan kampanye ini, Titi menyatakan, petahana harus kembali dinonaktifkan. Titi menegaskan pihaknya tidak ingin terlibat perdebatan adanya sejumlah kalangan yang menilai langkah KPU DKI Jakarta menetapkan tahapan kampanye ini sebagai siasat untuk kembali menonaktifkan petahana Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat ini kembali aktif dengan statusnya sebagai terdakwa.

Dikatakan Titi, sebagai pemantau pemilu, Perludem hanya ingin memastikan gelaran pemilu sesuai dengan aturan yang berlaku. Sementara berdasar Pasal 70 ayat (3) UU 10/2016 tentang Pilkada disebutkan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus menjalani cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.

“Kami tidak mau terlibat soal polemik status beliau (Ahok) sebagai gubernur tapi kami lihat aturan pilkadanya,” tegasnya.

Fana Suparman/ALD

Sumber: http://www.beritasatu.com/megapolitan/416010-jamin-hak-paslon-berkampanye-putaran-kedua.html