BERITASATU.com, Jakarta- Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya membuat dokumen sederhana yang berisi daftar problem pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada putaran pertama Pilgub DKI. Dalam dokumen tersebut juga berisi solusi dan respon terhadap persoalan-persoalan yang ada sesuai aturan main yang berlaku.
“Buat daftar problem pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada Pilkada 2017 Putaran Pertama lalu siapkan jawaban atau responnya sesuai aturan main yang ada,” kata Direktur Eksekutir Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini kepada SP, Rabu (22/2).
Dokumen berisi persoalan dan solusi ini kemudian disebarkan secara masif. Dengan dokumen ini pemilih, perserta pemilu, maupun penyelenggara pemilu dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan jika menemukan atau menghadapi peristiwa tertentu.
“Kemas (persoalan dan solusi itu) dalam dokumen yang sederhana, mudah dipahami, dan bisa disebarkan secara masif sehingga lebih banyak orang yang mengetahui harus bertindak dan melakukan apa saat menemukan peristiwa dimaksud,” kata Titi.
Selain itu, Titi mengatakan, KPU perlu membuat call center yang bisa menghubungkan warga atau pemilih maupun petugas pemilihan di lapangan langsung dengan pembuat kebijakan.
Perludem juga meminta KPU memperbaiki DPT dalam menghadapi putaran kedua Pilgub DKI. Dikatakan, nama-nama yang memenuhi syarat, seperti pemilih yang sudah masuk DPT pada putaran pertama, Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), maupun pemilih yang belum masuk DPT dan DPTb harus masuk dalam DPT pada putaran kedua.
“Kami juga merekomendasikan perbaikan dan optimalisasi pelatihan dan bimbingan teknis bagi petugas KPPS juga Pengawas TPS yang akan bertugas di putaran kedua. KPPS harus dipastikan menguasai teknis dan prosedur standar pungut hitung di TPS. Sementara kepada peserta pemilu, kami merekomendasikan setiap pasangan calon memperkuat pengetahuan dan kapasitas teknis kepemiluan saksi paslon di TPS terutama soal mekaniame, prosedur dan tata cara pungut dan hitung di TPS,” paparnya.
Bukan tanpa alasan Perludem menyampaikan sejumlah rekomendasi ini. Dikatakan, rekomendasi-rekomendasi ini berdasarkan sejumlah temuan yang ditemukan Perludem pada hari pemungutan suara putaran pertama.
“Sederhananya problem besar Pilgub di DKI Jakarta adalah soal DPT, kompetensi petugas pelaksana di lapangan, terutama penguasaan pada prinsip dasar dan aturan main pilkada, ketidakpatuhan pada aturan dan ketentuan pemungutan dan penghitungn suara, serta ketersediaan logistik untuk antisipasi antusiasme dan besarnya animo masyarakat untuk gunakan hak pilih,” jelasnya.
Terkait DPT misalnya, Titi mengatakan, Perludem menemukan banyak pemilih yang tidak terdaftar di DPT padahal sudah memiliki KTP Elektronik atau Surat Keterangan. para pemilih ini kesulitan untuk bisa menggunakan hak pilih karena kurangnya informasi yang memadai soal mekanisme bagi mereka untuk dapat menggunakan hak pilihnya.
“Selain itu, kami juga menemukan banyaknya pemilih yang terdaftar di DPT namun tidak memperoleh surat pemberitahuan untuk memilih (C6) dari KPPS sehingga pemilih berasumsi bahwa mereka tidak terdaftar di DPT dan menjadi kebingungan yang akhirnya mereka memilih sebagai pemilih tambahan dengan menggunakan KTP Elektronik atau Surat Keterangan (pemilih DPTb),” ungkapnya.
Lebih jauh, Titi menyatakan, Perludem juga menemukan berubahnya fungsi Form C6 dari sekadar surat pemberitahuan menjadi berkas/dokumen prasyarat untuk memilih. Di mana ada pemilih yang diminta untuk memilih setelah jam 12 karena tidak membawa C6 padahal namanya ada di DPT. Sementara petugas penyelenggara pemilihan di lapangan masih banyak yang kurang cakap dalam melaksanakan prosedur, mekanisme, dan tata cara pemungutan dan penghtungan suara di TPS.
“Termasuk bagaimana melayani dan memenuhi hak pilih berkaitan dengan C6, penggunaan KTP Elektronik maupun Surat Keterangan,” katanya.
Titi menambahkan, adanya sejumlah aturan yang tidak dipersiapkan secara matang dan terencana baik. Bahkan, aturan-aturan tersebut diterbitkan saat mendekati hari pencoblosan. Dicontohkan mengenai kewajiban bagi pemilih tambahan yang menggunkan hak pilih berbasis KTP Elektronik dan Surat Keterangan untuk juga membawa KTP asli. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran yang baru dikeluarkan KPU secara resmi pada 13 Februari 2017 atau hanya dua hari sebelum hari pemungutan suara.
“Otonomi relatif KPPS atau perbedaan pemberlakuan oleh KPPS yang berbeda satu sama lain yang sangat dipengaruhi pemahaman dan penguasaan KPPS pada aturan. Sehingga tidak ada keseragaman prosedur di TPPS yang dijalankan KPPS. Selain itu, pengawas TPS belum bisa optimal dalam memainkan peran pengawasan atau pun pencegahan pelanggaran. Hal ini terjadi dalam kasus pemugutan suara ulang di Kemayoran dan Pancoran,” katanya.
Fana Suparman/PCN