Jakarta, 25 Mei 2014
Proses perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi adalah salah satu tahapan paling penting dalam penyelenggaraan Pemilu 2014. Proses penjang rekapitulasi hasil pemilu yang dimulai dari tingkat KPPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan terakhir di KPU Nasional pada 9 Mei yang lalu akan diuji keabsahannya di Mahkamah Konstitusi. Hal pertama yang dapat digambarkan adalah, permohonan perselisihan hasil Pemilu 2014, dari segi jumlah mengalami peningkatan dari pada Pemilu 2009.
Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah, kepastian waktu dari MK untuk menerima permohonan sengketa dari para peserta pemilu. Sebagaimana disyaratkan di dalam UU No. 8/2012 Tentang Penyelenggaraan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, waktu pengajuan permohonan adalah 3 x 24 jam setelah ditetapkannya hasil pemilu secara nasional oleh KPU.Namun kondisi sekrang, terlihat adanya penambahan permohonan yang “masih” diterima MK, setelah waktu 3 x 24 jam yang ditentukan UU berakhir.
Dari permohonan yang telah disampaikan oleh para peserta pemilu ke Mahkamah Konstitusi, ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pertama, sebaran wilayah sengketa pemilu paling banyak yang diajukan ke MK adalah Papua, dengan total 80 permohonan. Berikutnya ada Jawa Barat dengan 67 permohonan, dan Aceh 63 permohonan. Kedua, jika dilihat dari tingkat sengketa, jelas sekali bahwa yang paling banyak diperkarakan di MK adalah persaingan untuk memperebutkan kursi DPR, dengan total 56 permohonan.
Ketiga, terkait dengan diperbolehkannya sengketa perseorangan dari caleg, benar-benar dimanfaatkan oleh caleg Partai Golkar, karena tercatat ada 48 permohonan sengketa pemilu di tubuh Partai Golkar, dan pihak terkaitnya juga berasal dari internal Partai Golkar. Terkait dengan hal yang laing banyak dipersoalkan pemohon ke MK adalah dalil terjadinya penggelembungan dan penggembosan suara. Ada 423 pemohon yang mendalilkan hal ini. Kemudian diikuti oleh kasus kesalahan penghitungan suara sebanyak 206 permohonan. Pelaku pelanggaran yang banyak didalilkan adalah KPU Kabupaten/Kota. Oleh sebab itu, Perludem menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendorong MK untuk bertindak independen, cermat, dan adil dalam menyidangkan perselisihan hasil Pemilu 2014.
2. Menghimbau kepada para peserta pemilu yang bersengketa di MK, untuk dapat menjauhkan diri dari perbuatan curang dan tidak adil yang dapat merusak tatanan demokrasi dan mencederai asas pemilu.
3. Kami berkomitmen akan mengawasi penuh proses perselisihan hasil Pemilu 2014, karena ini adalah salah satu proses yang paling penting dalam penyelenggaraan Pemilu 2014.
Demikianlah siaran pers ini Kami sampaikan, atas perhatian rekan-rekan Kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 25 Mei 2014